Dua tiga menjak berlalu, aku jadi makin sakit perasaanku. Aku jadi makin fragile. Bila dengar di situ punya alasan, di sana punya alasan. Aku jadi stress. Aku jadi cepat marah. "Habis sapa nak buat semua benda ni?!"
-----------------------------------------------------------
Dalam minggu itu, setiap hari mesti ada satu masa airmata aku gugur. Mesti. "I cannot bear this anymore! Aku penat!". Hati aku dah tak dapat menahan beban ini.
Be in my shoes, please. Be in my shoes.
Setiap malam kau tidur lewat tak punya masa untuk belajar.
Setiap hujung minggu kau punya program untuk dibantu.
Mungkin ada masanya aku kelapangan waktu, namun bukan selalu.
Tapi aku tak pernah sedih dengan keadaanku. Kalau dulu, mereka yang berjuang berkorban ada bersama di sekitarku. Kita melihat dia payah, dia melihat kita payah. Maka kita sama-sama pikul beban ini dan sama-sama melampiaskan semangat juang. Saling menguatkan.
Tapi itu semua sudah tiada. Lama sudah tiada. Sekarang mungkin ada, cuma mungkin aku yang buta.
----------------------------------------------------------
Airmataku tak dapat dibendung. Ya Allah telah aku pulangkan semula segala kesedihanku kepadaMu. Kesedihan terhadap para pejuangmu. Aku butuh telinga yang dapat menjadi reservoir hamburan perasaanku ini. Aku butuh mulut yang dapat menenangkan dan mewaraskan balik diriku ini.
"Awak, bila awak free? Akak perlukan seseorang utk bercakap."
"Bila akak nak jumpa? Saya ada kelas kejap lagi pukul 2 pm."
Kasihan pula aku dengan ukhti sorang ini. Dahla ujiannya berat juga, aku pulak ingin menambah bebannya. Memang lumrah diriku selalu tak nak susahkan manusia padahal mereka sedia saja membantu.
"Takpelah, akak seganlah pulak nak cakap dengan awak."
Di saat diri ini, hanya Allah sahaja yang dilihat sekarang ini. Tiada manusia lagi. Lantas, ditarik beg, dimasukkan AlQuran & buku pinjaman seorang ukhti. Dipakaikan jaket kegemaran ber-hoodie, kemudian terus menuju ke taman yang disukai.
Mencari spot yang kurang dilihat manusia, aku duduk situ berdiam diri. Semua benda aku hamburkan sekali. Airmata, hingus, lendir dan entah apa lagi. Mujur ada toilet roll yang sempat digapai sebelum keluar rumah tadi. Dalam hati, aku meminta kuat pada Ilahi; "Ya Allah berikan aku jalan keluar daripada masalah ini!"
Setelah penat melepaskan segala kedukaan, aku membuka Al-Quran ungu pemberian ibuku. Memang sudah menjadi kegemaranku, bila aku berduka, aku sangat mengharapkan Allah menunjukkan jalan atau memberi motivasi melalui kata-kataNya. Kubuka buku itu dengan randomnya. Surah al-Hijr. Kubaca keseluruhan ayat dalam surah itu. Tiba-tiba, bacaanku terhenti pada hujung surah itu.
"Dan demi sesungguhnya Kami mengetahui, bahawa engkau bersusah hati dengan apa yang mereka katakan."
"Oleh itu, bertasbihlah engkau dengan memuji Tuhanmu, serta jadilah dari orang-orang yang sujud."
[15:98-99]
Tepat kena pada keadaanku. Tapi, kenapa Allah suruh aku sujud kepadaNya dan bukannya pergi selesaikan masalah ini dengan mereka? Aku tertanya-tanya.
Kemudian, aku membuka buku pinjaman ukhti seorang ini dan aku meneruskan pembacaan pada tempat yang aku tinggalkan dahulu. Makin lama dibaca seperti makin diberi jawapan. Aku jadi terharu meneliti perenggan ini.
"Dimensi tarbiyah ruhiyah yang berhubungan dengan supply energi berhubungan dengan fungsi iman di dalam diri kita yakni: pertama, bagaimana iman mampu membuat kita kuat untuk menjalankan syariat yang berisi beban-beban yang bertingkat-tingkat, ada yang wajib dan ada yang sunnah. Jumlah beban syariat sangat banyak, sehingga kita membutuhkan supply energi yang memadai untuk bisa melaksanakannya. Parameter pertama untuk mengukur apakah efek tarbiyah ruhiyah itu kuat pada dimensi supply energi adalah sejauh mana kita kuat dan konsisten memikul beban yang setiap waktu bertambah."
Nah, inilah jawapannya! Aku jadi lega dan insaf. Apa mungkin semua ini kerana tarbiyah ruhiyahku yang lompong. Memang benar apa yang dikatakan oleh Anis Matta dalam ucapannya yang dibukukan ini, aku sendiri reflek, makin lama dakwah menuntut banyak benda dari aku, banyak demand utk energy output aku tapi macamana dengan energy input-ku?
Astaghfirullah, diri sendiri menjadi kelu. Memang teruk, aku selama tak serius dengan mutabaah amalku. Padahal, aku selalu mengingatkan mereka betapa pentingnya mutabaah amal tapi diri sendiri tak ambil serius, menggunakan alasan sibuk untuk menyedapkan hati.
-------------------------------------------------------
A : "Kita boleh pilih untuk give up atau fight, moga Allah bantu kita untuk mujahadah. Bila semua makin susah, aku jadi teringat kenapa aku nak jalan ni. Kenapa kita nak susah ni. Dan itulah cara untuk Allah buat kita makin tunduk pada Dia. Jaga mutabaah amal sungguh2. That includes hafazan. Surah mana sekarang?"
B: "Masih di surah nuh & mudatssir"
A: "Kita usaha sama2"
Bila mana dua-duanya lemah membutuhkan semangat jihad kemudian saling melahirkan perasaan jihad biarpun sedikit, itulah yang paling me-refresh-kan jiwa. Hati jadi makin bersungguh walaupun sedikit bekalannya.
-----------------------------------------------------
Di setiap kesusahan itu punya manisnya yang Allah ingin berikan. Ya Allah, aku takkan berputus asa denganMu. Tsabatkan aku di jalan ini sehingga aku syahid! Aminn ya Rabb.